Selasa, 10 Januari 2012

tugas 4 ilmu budaya dasar


Peristiwa Mesuji
A. Penyebab konflik Mesuji
Konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, kian terang. Sabab-musabab kasus kekerasan itu mulai terungkap, Senin (19/12). Seperti yang dilaporkan Reporter Metro TV Desi Fitriani, sejumlah barang bukti yang ada di video kekerasan itu masih terdapat di lokasi, seperti mobil, tiang listrik, dan gudang tempat mayat terkapar. Kesemua barang bukti masih sama seperti di rekaman. Warga mengaku, insiden itu dipicu ulah pamswakarsa yang dibayar PT Sumber Wangi Alam (SWA). Awalnya, pamswakarsa menangkap dua petani yang tengah memanen kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit yang menjadi lahan sengketa PT SWA dengan warga. Pamswakarsa kemudian membunuh dan memenggal kedua petani bernama Indra Safei (16) dan Saktu Macan (17). Warga pun berang. Mereka kemudian melakukan pembalasan dengan mengobrak-abrik PT SWA dan membunuh lima karyawan serta memenggal dua petugas pamswakarsa, lantas menggantungkan tubuhnya di tiang. Sementara itu, warga di Kabupaten Mesuji, Lampung, mulai kesal. Pasalnya, warga tak dapat bertemu dengan Tim Pencari Fakta (TPF) DPR yang berkunjung ke Mesuji. Warga dihalang-halangi polisi dan pemerintah kabupaten untuk bertemu anggota tim. Anehnya, hingga kemarin, TPF DPR hanya mendatangi kecamatan dan salah satu tempat pengungsian. Mereka tak datang ke lokasi dan tak berbincang dengan korban penembakan. Hal itu membuat warga kecewa. Sebab, mereka tak bisa langsung mengutarakan kesaksiannya.
B.  Resolusi Konflik Mesuji
Ukur ulang menjadi solusi terbaik bagi sengketa lahan di Kabupaten Mesuji. Keinginan itu terlontar dalam pertemuan antara Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) konflik Mesuji dan jajaran Pemkab setempat di rumah dinas bupati, Kampung Brabasan, Tanjungraya, Selasa (27-12). Dari TGPF hadir Staf Ahli Menteri Kehutanan, Agus dan Ichsan Malik (pakar resolusi konflik), didampingi Oki Hajiansyah Wahab dari LSM PPMWS. Sedangkan dari Pemkab hadir Pj. Bupati Albar Hasan Tanjung, Sekkab Ruslan, dan beberapa pejabat terkait. Selain itu, hadir perwakilan PT Silva Inhutani, Fitri dan Sapari, dan perwakilan masyarakat yakni Kepala Kampung Wiralaga II Mat Jaya. Dalam pertemuan singkat itu, TGPF yang dipimpin Agus ingin melihat dan mencari data lebih detail perusahaan perkebunan yang bermasalah di Mesuji, yakni PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) dan PT Silva Inhutani Lampung.  Sedangkan Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Umar Rasyidi mengatakan perusahaan-perusahaan di Mesuji tidak kooperatif dengan Pemkab karena banyak data yang seharusnya disampaikan ke pemerintah melalui dinas terkait tidak ada yang sampai. "Selama ini kami kesulitan meminta data ke perusahaan. Padahal, sesuai dengan undang-undang, perusahaan harus melaporkan kegiatan dan aktivitas ke Pemkab setempat," ujarnya. Begitu juga dengan PT Silva Inhutani Lampung yang akhirnya menimbulkan persoalan pendudukan lahan. Sementara itu, Mat Jaya, yang juga tokoh adat Mesuji, mengungkapkan solusi terbaik penyelesaian konflik lahan dan perusahaan di Mesuji ialah ukur ulang. "Itu langkah terbaik untuk penyelesaian konflik perusahaan dan warga di Mesuji." Dia menambahkan luas lahan yang kini dikelola PT BSMI sudah melebihi HGU-nya. "Warga mengklaim perusahaan juga menuduh warga merampok, jadi yang pasti solusinya ialah ukur ulang." Begitu juga di PT Silva Inhutani Lampung yang sudah sempat menelantarkan Register 45 Sungaibuaya. Mat Jaya mengungkapkan jika masyarakat Mesuji menginginkan kawasan seluas 43.100 ha itu dikembalikan ke asalnya sebagai hutan atau rimba larangan. "Itu permintaan masyarakat. Masyarakat mana yang sejahtera ada Silva di Mesuji ini." Sedangkan Pj. Bupati Albar Hasan Tanjung mengatakan sebenarnya situasi di Kabupaten Mesuji kondusif. "Kami ingin semua persoalan di Mesuji ini selesai dengan cepat dan menemukan solusi yang terbaik karena kami ingin Mesuji ini aman." Hal itu diamini anggota TGPF, Agus. Dia mengatakan persoalan itu timbul karena ada kesalahan. Kesalahan itu tidak hanya di pihak perusahaan, tapi juga di pemerintah dan masyarakat. "Jadi semua pihak ada salahnya, perusahaan salah, pemerintah juga begitu, bahkan masyarakatnya juga."  Agus mengatakan pihaknya akan berusaha mencari jalan keluar terkait dengan persoalan di Mesuji. "Yakinlah akan ada solusi yang terbaik. Baik itu buat masyarakat maupun perusahaan yang berinvestasi di Mesuji."

C.  Kesimpulan Konflik Mesuji
Kesimpulan hasil investigasi yang dilakukan institusinya ke tiga lokasi kejadian. Investigasi dilakukan secara terpisah tak lama setelah peristiwa penembakan warga. Pekan lalu, tim kembali menyisir data dan temuan di tiga lokasi konflik: Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Desa Sri Tanjung, Kabupaten Mesuji, Lampung tempat operasional PT BSMI, dan kawasan register 45 PT Silva Inhutani. "Kami memang menemukan ada kekerasan yang melibatkan aparatur."

Beberapa pelanggaran yang dilakukan aparatur adalah penembakan langsung pada warga yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak atas hidup warga negara. Kemudian melakukan tindakan kekerasan seperti penyiksaan dan tindakan kejam seperti yang dialami masyarakat di Desa Sri Tanjung yang terlibat konflik dengan PT BSMI.

Penembakan brutal aparat di kawasan ini pada 10 November 2011 selain menyebabkan korban tewas juga menyebabkan tujuh korban luka tembak cacat permanen. "Ini adalah bentuk pelanggaran hak azazi yang nyata karena polisi menembak dengan posisi mendatar."

Atas temuan itu, Komisi meminta kepolisian menindak anggotanya yang terlibat dalam penembakan. Komisi juga meminta dilakukannya proses hukum terhadap perusakan dan penyerangan harta benda masyarakat yang dilakukan pamswakarsa dan tim gabungan bentukan pemerintah daerah dan kepolisian. "Pamswakarsa yang bertindak menakut-nakuti masyarakat harus segera diproses secara hukum."